bencong?

saya melihatnya mematung berdiri di atas kereta rel listrik arah jakarta kota. dia mengenakan kaus lengan panjang jingga lusuh. celana hitam, dan jilbab senada. dia membawa kantong kresek hitam dan tas cangklong, yang juga lusuh ditambah sobek. jemari kukunya panjang kusam dihiasi kuteks merah yang muram. pemerah bibir yang serupa. jika tak mengamati cermat, siapa nyana dia waria. dia toh tak mengumbar sorot genit yang sudah kita voniskan bagi kaumnya. dia mematung menunggu perhentian selanjutnya. tapi toh saya memandangnya juga sebagai kaum transeksual yang tak wajar.

saya terus mengamati lekuknya. buah dada artifisial yang tak sempurna. pinggul yang tak seumpama laiknya kaum hawa. dan riasan yang blangbonteng itu. bencong. bisik hati kecil saya.

**

“apa bedanya merlyn dengan waria yang saya temui di taman lawang?” cetus tino saroengallo pada saya dan ainur, dua tahun lalu di atas panggung goethe haus. tino mempertanyakan merlyn dalam naskah dokumenter yang kami tulis untuk eagle award 2006.

ya, apa bedanya. mereka toh waria. hanya waria.

kalau merlyn istimewa, karena tak banyak waria yang punya pilihan hidup seperti merlyn yang terhormat. sisi hati saya mengakui merlyn, namun bagaimana dengan cerita rekan kerja saya.

“kemaren gw makan di kakilima, ada bencong ngamen bawa speaker gitu. gw gak ngasih receh dia marah, dia gedein volumenya segede-gedenya di kuping gw. sial banget tu bencong.”

**

waria di atas kereta itu turun di stasiun manggarai. bencong taman lawang. bisik hati kecil saya. duh, transisi kedewasaan itu berat sekali. apalagi dalam sebuah masyarakat yang bahkan perempuannya pun gandrung akan pakewuh patriarki.

kalibata-cikini 12 april

____________________

yang belum tahu:

merlyn sopjan adalah waria asal kediri lulusan teknik sipil itn malang. dia adalah pengampanye cegah aids yang mendapat gelar doktor honoris causa dari northern california global university amerika. dia juga menulis sejumlah buku.